Hari ini di tengah-tengah kita memang hidup muslim yang mengaku
“moderat”, “toleran”, “plural”, “liberal”, dengan slogan semua agama
sama. Lalu, mereka sering mendengungkan bahwa kebenaran mutlak hanyalah
milik Allah Ta’ala, maka tidak boleh manusia menyeorobotnya dari Allah.
Hak untuk menentukan kafir, fasik, sesat, juga hal mutlak milik Allah
Ta’ala, sehingga tidak boleh ada fatwa-fatwa yang menyebut: kafir,
sesat, dll.
Ucapan
mereka ini –menurut istilah Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu-
adalah kalimatul haq yuradu bihal baathil. Kalimat yang benar tapi
dimaksudkan pada makna yang batil. Targetnya adalah agar teropinikan
bahwa semua agama manusia adalah benar, semua sekte adalah baik dan haq,
maka tak ada yang namanya kafir dan muslim, munafik dan mukmin, dan
seterusnya. Sebab yang pantas mengeluarkan fatwa itu hanya Allah
Ta’ala.
Al Quran dan As Sunanh adalah Pedoman
Di
hadapan kita ada Al Quran dan As Sunnah, dan wajib bagi seorang muslim
menjadikannya sebagai pedoman hidupnya dalam hal apa pun. Bagi yang
mengaku muslim, walaupun hanya ada setitik imannya, akan mengakui Al
Quran dan As Sunnah bagi kehidupan mereka.
Al
Quran ((firman Allah) dan As Sunnah (sabda Rasulullah) telah
menjelaskan batasan-batasannya, kaidah-kaidahnya, dan tanda-tandanya,
tentang apa itu mukmin, kafir, munafik, sesat, fasik, dan semisalnya.
Dan, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk merujuk kepada keduanya.
Ketika
Allah Ta’ala katakan “kafir” kepada manusia yang begini dan begitu,
maka apakah kita tidak boleh mengatakan kafir juga buat mereka?! Ketika
Allah Ta’ala mengatakan “fasik” kepada orang yang melakukan ini dan itu,
tapi justru kita katakan “tidak fasik”?! Ketika Allah Ta’ala katakan
orang-orang benar adalah yang begini dan begitu, lalu kita mengatakan
dengan kebenaran versi kita sendiri?
Kita
mengatakan “kafir” karena Allah mengatakannya, kita mengatakan “fasik”
karena Allah mengatakannya, kita mengatakan “sesat” karena Allah telah
menyebutkannya ...........
Beberapa Contoh
Tentang kafirnya Nasrani, Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي
وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ
عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ
أَنْصَارٍ لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ
ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا
عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al
Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani
Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah
orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang
tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa.
Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti
orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS. Al Maidah (5): 72-73)
Tentang kafirnya Yahudi, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالَتِ
الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ
ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
"Orang-orang
Yahudi berkata: 'Uzair itu putra Allah' dan orang Nasrani berkata: 'Al
Masih itu putra Allah'. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut
mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah
melaknati mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?" (QS. Al Taubah (9): 30)
Nah,
ketika Allah Ta’ala menyebut kafirnya Yahudi dan Nasrani begitu
gamblang, apakah kita salah mengkafirkan mereka juga? Justru hal yang
aneh dan konyol jika kita katakan Yahudi dan Nasrani itu mukmin.
Mudah Menuduh Sesat
Jadi,
menyebut sesat, kafir, fasik, yang disebutkan oleh ulama yang mumpuni
atau lembaga ulama yang terpercaya ilmu, independensi, dan ketaqwaannya,
bukan orang per orang yang minim ilmunya, selama berdasarkan dalil,
petunjuk, bukti, dan alasan yang benar dan jelas, menurut Al Quran dan
As Sunnah, maka itu adalah tindakan yang benar dan merupakan bagian dari
menjalankan perintah Al Quran dan As Sunnah itu sendiri.
Yang
keliru adalah jika bermudah-mudah dalam menyebut sesat, kafir, fasik,
kepada sesama muslim namun tidak cukup bukti untuk itu. Tidak
dibenarkan gampang menuduh sesama muslim sesat, kafir, dan fasik, hanya
karena kesalahan yang masih bisa ditolerir, masih debatable para ulama,
dan bukan masalah pokok-pokok agama.
Tidak
benar menuduh sesat dan kafir, hanya karena perbedaan pemahaman fiqih
seperti qunut, ushalli, jumlah rakaat tarawih, azan dua kali ketika
shalat jumat, membaca sayyidina dalam shalawat, maulid nabi, dan
khilafiyah fiqih lainnya.
Ada
pun masalah pokok agama yang pasti dan aksiomatik, seperti ketuhanan
Allah dan keesaanNya, kenabian Rasulullah, kitab suci Al Quran, dua
kalimat syahadat, kewajiban shalat lima waktu dan rukun Islam lainnya,
.......... lalu ada orang yang mengingkarinya dan menyelisihinya baik
satu atau semuanya, apakah dikatakan bahwa orang tersebut masih muslim
dan mukmin?
Semua
sudah diterangkan dengan jelas, disampaikan dengan lugas oleh pembuat
Syariat (Allah Ta’ala), maka berjalanlah bersama batasan itu dan
bersikaplah sesuai tuntunannya. Demikianlah jalan yang ditempuh kaum
muslimin dan shalihin terdahulu.
Wallahu A’lam
Sumber :
http://faridnuman.blogspot.com/2011/04/menyebut-sesat-kafir-fasik-munafik.html
0 komentar:
Posting Komentar